Senin, 21 Juni 2010

Competitive Innovation Management

Innovation Management in the ICT Sector

The Management of Innovation

Innovation Management: Facebook

BMW Innovation Management

Coca Cola Innovation Management 2008/2009

Manajemen Inovasi: Riset Patent untuk Mendukung Intellectual Property Rights

Latar Belakang

Hak kekayaan intelektual atau intellectual property rights (IPR) adalah asset penting yang harus dikelola dengan sebaik-baiknya sehingga dapat berkontribusi terhadap bisnis secara keseluruhan. Kategori IPR dapat bermacam bentuk, mulai dari desain teknis, gambar, tulisan, produk inovasi, sampai dengan merk dagang. Manajemen dan policy terhadap IPR dapat dilakukan dengan pendaftaran patent, hak cipta, atau trade mark, serta pengaturan licensing strategy dan copyrights. Perusahaan yang peduli dengan policy dan manajemen berkaitan dengan evaluasi IPR, maka mereka akan mengetahui secara jelas nilai dari asset tersebut sehingga investasi yang dilakukan benar-benar akan memberikan return yang signifikan. Dengan manajemen IPR yang baik juga akan membantu untuk keperluan bisnis selanjutnya seperti sales, merger dan sebagainya.

Manajemen IPR termasuk juga dengan riset informasi patent (produk apa saja yang sudah di-patentkan (dari seluruh dunia), analisa trend teknologi, dan menentukan strategi licensing yang tepat. Namun sayangnya belum semua perusahaan memfokuskan mengenai isu di atas. Masih banyak perusahaan yang sudah terbiasa berkutat dengan inovasi berupa pengembangan produk atau penemuan baru, tetapi kurang memperhatikan bagaimana agar inovasi tersebut dapat dikelola menjadi suatu bentuk IPR yang diakui. Industri dalam negeri masih kalah jauh prosentasinya dari 20 negara penghasil patent terbanyak di dunia. Masih banyak inovasi yang dihasilkan belum diproses patent-nya. Atau ada juga patent yang diregistrasi namun ditolak oleh Dirjen HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) karena ternyata produk karya cipta tersebut sudah pernah dipatentkan oleh orang lain. Merupakan hal yang sangat disayangkan bila produk yang diregistrasi dengan biaya yang cukup mahal tersebut akhirnya tidak mendapatkan apa-apa karena perencanaan yang kurang matang sejak awal proses inovasi.

Tulisan berikut ini bertujuan untuk mengupas sedikit masalah optimalisasi IPR, atau patent khususnya, yang diterapkan dalam manajemen inovasi sehingga karya yang telah dihasilkan benar-benar dapat menjadi asset yang mempunyai market value bagi perusahaan. Khususnya lagi agar produk dalam negeri mendapatkan hak kekayaan intelektual yang layak sehingga dapat bersaing dalam komersialisasi di era global.


Manfaat Intellectual Property Rights

IPR atau Hak Kekayaan Intelektual adalah asset bisnis yang utama. Sebuah perusahaan yang berhasil membuat merk dagang dan brand yang terkenal akan dengan mudah mengembangkan bisnisnya dimana saja. Teknologi atau produk yang ditemukan pertama kali akan memberikan keuntungan secara financial dan prestise bagi penemunya untuk jangka waktu yang lama. Namun tentu saja membangun kekayaan intelektual juga adalah biaya yang besar dan membutuhkan upaya riset dan pengembangan yang sangat mahal berikut juga dengan program marketing yang tidak mudah. Oleh sebab itu bukti kekayaan intelektual harus dilindungi dengan ketat secara legal dari kecurangan, pemalsuan dan pembajakan, dalam bentuk patent, trade mark, desain dan copyrights. IPR juga akan membentuk semacam entry barrier sehingga orang lain tidak mudah untuk masuk ke pasar tersebut karena jenis produk yang dipasarkan sudah ada patent-nya.

Dengan IPR atau patent misalnya, maka perjanjian lisensi bisnis dapat dibuat sehingga kekayaan intelektual dapat dipergunakan oleh pihak lain untuk keperluan komersial. Dengan demikian akan secara substansial menambah nilai financial perusahaan. Atau perusahaan sebagai penemu/pioneer tidak perlu memproduksi dan menjual langsung penemuannya, cukup patent-nya di pergunakan oleh pihak lain seperti perusahaan multinational, universitas dan perusahaan kecil/baru, sehingga spare sales atau kapasitas produksi dapat memberikan keleluasaan pendapatan tambahan untuk dialokasikan kepada ide pengembangan produk baru lainnya.


Penggunaan Informasi Patent

Informasi patent adalah informasi legal dan teknis yang terkandung dalam dokumen patent yang dipublikasikan secara periodik oleh kantor pelayanan hak kekayaan intelektual. Dokumen patent mengikutsertakan deskripsi lengkap mengenai bagaimana penemuan (invention) yang di-patent-kan diperlakukan serta klaim yang menentukan lingkup perlindungan kepada penemunya, kapan di-patent-kan serta referensi kepada literature yang relevan. Didalam sebuah deskripsi patent, biasanya memberikan rincian produk atau sebuah karya dengan detail teknis yang sejelas-jelasnya. Bagian detail teknis tersebut ada yang mengadopsi atau merupakan penyempurnaan dari produk lain yang sudah pernah ada sebelumnya, namun keseluruhan produk yang akan di-patent-kan harus mempunyai nilai orisinalitas minimal 2/3 bagiannya (untuk men-justifikasi bahwa produk tersebut benar-benar baru, atau terjadi perubahan radikal dari produk yang yang sudah pernah ada sebelumnya).

Secara umum informasi patent yang sudah dipublikasikan berguna bagi pihak lain dikarenakan informasi teknis yang terkandung di dalamnya bersifat unik yang bisa memberikan inspirasi peluang pengembangan strategi bisnis dan produk baru atau penyempurnaan yang sudah ada. Selain itu informasi patent bermanfaat untuk mempelajari bagaimana proses/track riset dan inovasi yang telah dilakukan jauh sebelum produk inovatif muncul di pasaran. Dengan demikian pihak yang berminat atau berkepentingan dengan ide tersebut dapat menghindari pengeluaran yang tidak perlu dengan melakukan riset terhadap sesuatu yang sudah ditemukan orang lain, tidak ada faktor kebaruan (novelty) lagi sebagai competitive advantage. Sebagai langkah strategis justru berbasiskan informasi patent yang sudah ada, kita dapat mengidentifikasi dan evaluasi untuk lisensi dan transfer teknologi. Dengan demikian kita dapat tetap fokus pada teknologi update untuk mendapatkan solusi praktis secara instant terhadap permasalahan yang dihadapi. Lebih jauh lagi dengan adanya informasi patent akan banyak membantu kita membuat roadmap pengembangan inovasi selanjutnya dengan objektif produk yang dihasilkan benar-benar new to the world dan siap untuk di-patent-kan atau mendapat hak kekayaan intelektual.

Informasi yang terkandung pada dokumen patent juga dapat digunakan untuk menghindari kemungkinan pelanggaran hak intelektual, sebagai referensi asesmen apakah penemuan/inovasi yang sudah dihasilkan memang layak untuk mendapatkan patent, bahkan juga bisa untuk membantu strategi komersial seperti identifikasi pesaing potensial, dan identifikasi partners potensial (suppliers, konsultan dll).


Strategi Manajemen Inovasi

Inovasi biasanya sangat terkait dengan suatu penemuan atau hasil riset yang dikembangkan secara unik dan belum ada sebelumnya. Manajemen terhadap inovasi yang biasa dilakukan meliputi proses baku new product development: mulai dari tahap ide/konseptual; requirement; desain; pengembangan; trial dan evaluasi; dan fase terakhir roll out atau implementasi. Kenyataannya ada satu tahapan sebelum inovasi dikembangkan yang sangat kritikal menentukan apakah produk tersebut akan bernilai komersial atau hanya sekedar dipergunakan untuk kalangan terbatas. Tahapan itulah yang seharusnya selalu menyertai bila ada aktivitas inovasi yaitu Riset Patent. Aktivitas riset terhadap patent tertentu adalah menyediakan fasilitas layanan untuk mengakses seluas-luasnya informasi patent dari berbagai Negara sehingga investasi riset dan pengembangan nantinya tidak sia-sia terkena resiko duplikasi penemuan.

Bagan alur proses dibawah ini akan lebih jelas memperlihatkan peran IPR dalam pengembangan inovasi.



Gambar 1. Diagram Alur Pengembangan inovasi

Pada skema di atas terlihat bahwa bila ada suatu temuan (invention) maka harus ada keputusan strategis apakah ide ini akan dikaji dan dikembangkan lebih lanjut. Perusahaan yang tidak menerapkan riset patent yang tegas biasanya akan meneruskan langsung ke tahapan R&D dan pengembangan produk baru dengan biaya tertentu. Pada akhirnya bisa saja produk ini tidak bisa dikomersialisasi karena terbentur dengan license patent yang sebenarnya produk tersebut sudah pernah diajukan oleh individu/institusi lain. Bila tidak menambah value secara finasial maka proses R&D dan new product development tersebut tidak akan menjadi asset yang bisa dikapitalisasi oleh perusahaan.

Proses di atas bisa diperbaiki dengan memberikan opsi sebelum manajemen memutuskan untuk berinvestasi dalam suatu proyek riset, sebaiknya ada semacam preliminary study sebelumnya untuk asesmen dan memastikan bahwa ide penemuan yang telah dilahirkan benar-benar orisinal dan layak di-patent-kan. Dalam melakukan riset patent ada banyak sumber yang dapat dijadikan referensi, baik dibantu dengan tools software manajemen IPR (dengan input/output yang distandardkan), atau juga secara manual melalui dokumen arsip dari kantor patent atau browsing di internet dengan situs antara lain: www.wipo.int (World Intellectual Property Rights Organization); www.dgip.go.id (Dirjen HAKI); www.uspto.gov (US Patent & TradeMark Office); www.ep.espacenet.com (Europe’s Network of Patent Databases); www.patent.gov.uk (The UK Patent Office); www.jpo.go.jp (Japan Patent Office); www.cambiaIP.org (Cambia Intellectual Property Resource – for agriculture); dan beberapa situs berbayar seperti www.delphion.com (Delphion Research Intellectual Property Network).

Sesuai dengan hasil riset tersebut maka informasi patent dapat dimanfaatkan untuk menentukan langkah strategis selanjutnya, bagaimana manajemen inovasi yang paling optimal dan efektif dengan objektif memberikan return of investment setinggi-tingginya bagi perusahaan.


Penutup

Dari hasil pembahasan mengenai pentingnya pengetahuan informasi patent dalam manajemen inovasi, kita peroleh ada beberapa kunci keberhasilan dalam suatu riset: fresh idea dan willingness untuk menemukan sesuatu dari individu maupun secara institusi sebagai bahan dasar utama dalam berinovasi; awareness dengan lingkungan sekitar di bidangnya untuk selalu tracking dan monitoring perkembangan teknologi yang sedang berjalan; serta sense of business untuk memanfaatkan setiap hasil riset untuk dapat dikonversi menjadi suatu nilai financial dan memberikan kontribusi market value setinggi-tingginya bagi perusahaan. Mengambil contoh di salah satu lembaga riset nasional seperti TELKOM R&D Center dengan proses manajemen inovasi yang sudah cukup baik sampai saat ini, pada kenyataannya masih ada yang perlu disempurnakan khususnya pada saat riset patent disertai dengan dokumentasi lengkap hasil riset tersebut. Sehingga pada akhirnya diharapkan segala hasil riset benar-benar dapat memberikan manfaat komersial bagi perusahaan baik dalam skala nasional maupun global.



Ahmad Yasser, Penulis saat ini tergabung dalam tim yang sedang melakukan pengkajian mengenai integrasi sistem manajemen telekomunikasi untuk berbagai network domain, meliputi pengkajian atas network management requirement, standard interfaces dan protocols serta desain dan pengembangan arsitektur Operation Support System (OSS). Penulis juga aktif terlibat dalam tim standarisasi pada forum internasional khususnya pada bidang TMN di Study Group 4 ITU-T.


Referensi

1. World Intellectual Property Organization: www.wipo.int

2. Pengakuan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) Indonesia: www.dgip.go.id


Sumber:
http://www.ristishop.com/index.php?ch=8&lang=&s=eca29c14885ba6dbc20eba151dc11ee4&n=325

Kekuatan Inovasi Manajemen

Gary Hamel (2007; The Future of Management; Harvard Business School Press,USA) beberapa tahun lalu telah mengadakan studi tentang sejarah inovasi manajemen. Studi dilakukan terhadap lebih dari 100 terobosan manajemen selama dua abad terakhir. Tidak dapat dielakan hal pokok dalam pelaksanaan manajemen sering mengarah pada pergeseran signifikan dalam posisi persaingan, dan sering menghasilkan keunggulan abadi pada perusahaan-perusahaan pionir. Diambil contoh, keberhasilan perusahaan-perusahaan seperti General Electric, DuPont,Toyota, and Visa sebagai pemimpin bisnis gobal. Keunggulannya terletak pada produk-produk hebat, penerapan karakter kedisiplinan, dan pemimpin yang berpandangan jauh ke depan. Itulah yang disebut sebagai inovasi manajemen. Beberapa dimensi penting yang diterapkan dalam model inovasi manajemen sehingga perusahaan kelas dunia mampu meraih keunggulan global adalah dalam hal pendekatan pengelolaan berbasis sains, pengalokasian kapital, kebijakan yang arif kepada setiap karyawan, dan membangun konsorsium global.

General Electric (GE) merupakan contoh perusahaan yang menerapkan pengelolaan bisnis berbasis sains. Pada awal 1900’an GE telah menyempurnakan temuan-temuan invensi dari Thomas Edison yang terkenal itu dengan mengembangkan laboratorium riset industri. Keberhasilan GE karena diterapkannya disiplin manajemen berbasis proses penemuan ilmiah yang rumit. Ditegaskan bahwa laboratorium ini telah mampu menghasilkan temuan-temuan kecil setiap 10 hari dan terobosan-terobosan besar setiap enam bulan. Ini bukanlah bualan percuma. Lebih dari setengah abad pada abad ke-20,GE menghasilkan paten terbanyak ketimbang perusahaan-perusahaan lainnya.

Sementara itu perusahaan DuPont pada tahun 1903, telah berperan dalam memolopori pengembangan teknik capital-budgeting dalam mengkalkulasi keuntungan dari investasi. Beberapa tahun kemudian, perusahaan juga mengembangkan cara standarisasi dalam membandingkan kinerja dari berbagai departemen dalam suatu perusahaan. Perusahaan juga menemukan model bagaimana mengalokasikan kapital secara rasional dalam penyusunan suatu proyek menarik yang potensial menguntungkan. Kemampuan dalam menghasilkan beragam model keputusan dalam pengalokasian modal telah membuat DuPont menjadi salah satu raksasa bisnis Amerika.

Dalam bidang otomotif, Toyota sebagai rajanya mobil memiliki kemampuan mengembangkan para karyawannya. Karena itu perusahaan tersebut memiliki derajad efisiensi dan mutu produk yang tinggi. Lebih dari 40 tahun lamanya, telah dilakukan perbaikan kapasitas Toyota yang bersinambung. Pendekatannya adalah memberikan kepercayaan kepada para karyawannya bahwa mereka mampu untuk memecahkan masalah yang kompleks. Karena itulah kadang-kadang orang menyebut Sistem Produksi Toyota sebagai “Sistem Manusia Berpikir”. Pada tahun 2005, perusahaan menerima lebih dari 540.000 gagasan perbaikan dari karyawan Jepang. Inilah yang disebut sebagai kebijakan Toyota yang arif dalam menghargai gagasan-gagasan para karyawan.

Sebagai contoh lain tentang inovasi manajemen adalah membangun konsorsium. Visa adalah perusahaan dunia pertama yang berhasil menerapkan inovasi kelembagaan. Ketika pada awal 1970’an bank-bank Visa membentuk sebuah konsorsium mereka meletakkan dasar untuk menjadi perusahaan satu-satunya di Amerika, yang memiliki cabang dimana-mana. Tantangan manajemennya adalah membangun sebuah organisasi yang memungkinkan bank-bank untuk berkompetisi dalam hal menarik pelanggan termasuk dalam hal infrastruktur, standar, dan pengembangan merek terkenal. Sekarang, Visa diibaratkan sebagai jaring laba-laba yang mampu mengembangkan jejaring bisnisnya dengan lebih dari 21.000 lembaga keuangan dan 1,3 milyar pemegang kartu. Setiap tahunnya, Visa mampu meraup dua triliun dolar dari jaringan yang dibangunnya-atau kira-kira sebanyak 60% dari transaksi kartu kredit sedunia.

Kasus-kasus di atas hingga kini menunjukkan secara jelas unsur keputusan yang cepat dan cerdas dalam inovasi manajemen sering berperan membantu perusahaan mengembangkan keunggulan yang bertahan lama. Tampaknya tak ada faktor yang mencerminkan instrumen yang sama dalam menjamin keberhasilan persaingan jangka panjang. Artinya setiap perusahaan memiliki inovasi manajemen dengan teknik dan keunggulannya masing-masing.

Sumber:
Tb. Sjafri Mangkuprawira
http://ronawajah.wordpress.com/2007/12/25/kekuatan-inovasi-manajemen/

Inovasi Manajemen & Coaching

Manajemen inovasi (management of innovation) didefinisikan sebagai proses menatakelola inovasi sehingga menghasilkan kesuksesan ekonomi yang diperoleh secara efisien dan efektif dengan memberdayakan seluruh sumberdaya perusahaan. Jika manajemen inovasi berkaitan dengan cara berinovasi yang menghasilkan sukses, tidak saja secara teknis dan komersial, tetapi juga secara ekonomi; inovasi manajemen (management innovation) dilihat sebagai salah satu bentuk inovasi.

Inovasi manajemen didefinisikan sebagai perubahan cara menatakelola, dengan meninggalkan prinsip, proses, dan praktik manajemen tradisional atau bentuk dan disain organisasi tradisional—yang sudah tidak sesuai untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan perusahaan serta pihak-pihak di luar perusahaan (konsumen, pemasok, distributor, dan lain-lain).

Premisnya, kesuksesan dalam manajemen inovasi membutuhkan terlebih dahulu kesuksesan dalam inovasi manajemen karena inovasi manajemen mengubah cara manajer bekerja (lihat Gary Hamel dalam Harvard Business Review Februari 2006).

Manajer mengubah cara-cara yang biasanya mereka lakukan: mulai dari cara menentukan sasaran perusahaan atau organisasi dan rencana pencapaian sasaran; memotivasi karyawan; mengkoordinasi dan mengevaluasi kegiatan; mengakumulasi dan mengalokasikan sumberdaya; memperoleh dan menerapkan pengetahuan; membangun dan memelihara relasi; mengidentifikasikan dan mengembangkan bakat; sampai dengan cara memahami dan menyeimbangkan permintaan berbagai pihak di luar perusahaan.

Misal: bila sebelumnya manajer menentukan sasaran organisasi dengan pendekatan formal dan top-down dalam implementasinya, sekarang berubah menggunakan pendekatan partisipatif, mengikutsertakan anggota-anggota organisasi lainnya dan mengundang inisiatif mereka dalam memformulasikan sasaran dan rencana pencapaiannya. Kalau sebelumnya manajer cenderung memakai gaya instruksi atau telling saat meminta anggota untuk melakukan sesuatu dan mencapai target organisasi, sekarang berubah menggunakan gaya bertanya dan coaching.

Suimber :
http://www.avantifontana.com/blog/2008/01/08/inovasi-manajemen-coaching/

The 25 Most Innovative Companies 201




Sumber:
http://images.businessweek.com/ss/10/04/0415_most_innovative_companies/index.htm?chan=magazine+channel_special+report

Ranking 10 Perusahaan Paling Inovatif Di Dunia (2008)

Inovasi – inilah sepenggal mantra sakti yang mungkin mesti terus dilafalkan tatkala sebuah perusahaan hendak menjadi pemenang dalam sirkuit persaingan bisnis yang kian brutal. Tanpa kepiawaian merajut proses inovasi secara konstan, sebuah organisasi bisnis bisa tewas terkapar dalam dinamika perubahan yang bergerak dengan cepat. Innovate or die, begitu sebuah slogan yang pernah dipekikkan oleh para pakar manajemen.

Pertanyaannya kini adalah : perusahaan apa yang kira-kira layak dinobatkan sebagai paling inovatif didunia, yakni perusahaan yang selalu mempu mengelola proses inovasi dengan brilian? Setiap tahun majalah Business Week melakukan survei ekstensif kepada ribuan eksekutif di seluruh dunia. Kepada mereka ditanyakan pertanyaan tentang perusahaan apa saja yang menurut mereka paling inovatif di dunia? Berikut daftar ranking 10 pemenangnya.


1. Apple

http://www.apple.com/




2. Google

http://www.google.com/



3. Toyota Motor

http://www.toyota.com/




4. General Electric


http://www.ge.com/



5. Microsoft


http://www.microsoft.com/en/us/default.aspx



6. Tata Group

http://www.tata.com/



7. Nintendo


http://www.nintendo.com/countryselector



8. Procter and Gamble


http://www.pg.com/


9. Sony


http://www.sony.com/



10. Nokia


http://www.nokia.com/home


Ada beberapa catatan yang bisa kita eksplorasi berkaitan dengan hasil ranking The World’s Most Innovative Companies tahun 2008 versi BusinessWeek tersebut. Catatan yang pertama adalah tentang lokasi geografis dari para pemenang inovasi. Dari 10 daftar diatas, Amerika diwakili oleh 5 perusahaan (yakni Apple, Google, GE, Microsoft dan P&G), sedangkan Asia diwakili oleh 4 perusahaan (tiga dari Jepang yakni Toyota, Sony dan Nintendo, serta satu dari India yakni Tata Group). Sedangkan dari Eropa hanya diwakili satu perusahaan yakni Nokia (dari Finlandia).

Apa artinya ini? Dalam aspek inovasi, ternyata perusahaan-perusahaan dari Asia lebih unggul dibanding Eropa. Saya sendiri berharap dalam dekade mendatang, perusahaan-perusahaan dari Asia bisa kian unggul dalam aspek inovasi ini. Sebab seperti artikel saya sebelumnya tentang Kebangkitan Asia Raya (yang bisa Anda baca disini), saat sekaranglah momentum kebangkitan Asia – sebuah momentum historik untuk merobohkan dominasi Eropa. Ratusan tahun silam, negara-negara Eropa melakukan penjajahan terhadap Benua Asia. Kini saatnyalah melakukan “serangan balik”. Dan hasil ranking inovasi diatas dengan jelas menunjukkan, Asia memiliki modal yang amat kokoh untuk benar-benar menaklukkan Eropa dalam perang ekonomi global.

Catatan berikutnya adalah tentang daftar 3 pemenang teratas. Seperti Anda lihat, jawara nomer satu perusahaan paling inovatif di dunia adalah Apple. Sungguh, melalui parade produk-produknya yang merupakan perpaduan sempurna antara teknologi dan seni (the art of technology), Apple memang rasanya amat layak untuk duduk dalam singgasana kemenangan. Karya-karya Apple seperti iPod, iPhone dan MacBook Air pada akhirnya memang karya teknologi nan elegan dengan sentuhan seni yang menggetarkan. Melalui deretan produk ini, Apple juga telah memberikan pelajaran yang amat berharga kepada dunia tentang apa itu makna inovasi sejati (ulasan saya yang lebih ekstensif mengenai rahasia sukses Apple dalam meracik inovasi bisa Anda baca disini).

Pemenang kedua dalam ranking itu adalah Google. Kini setiap orang yang berselancar di internet, siapa yang tak kenal dengan Google. Saat ini Google memang telah menjadi Sang Dewa Internet Dunia. Instrumen search engine yang dirancang oleh dua pendiri Google, Sergei Brin dan Larry Page, boleh jadi merupakan salah satu inovasi yang paling brilian dalam jagat dunia maya yang bergerak dengan cepat. Melalui rangkaian algoritme yang rumit dan kompleks, mesin pencari Google tak pelak telah menjadi sahabat setia bagi ratusan juta peselancar dalam petualanagn di dunia maya tanpa batas. Dan dengan mesin pencari yang bisa kita ibaratkan “lampu aladin” itu, Google dengan cepat menaklukan jagat online – memukul KO Yahoo dan Microsoft.

Pemenang ketiga dalam parade inovasi ini adalah Toyota. Kemenangan Toyota ini boleh jadi dipicu oleh dua faktor. Faktor yang pertama adalah kehebatan perusahaan ini dalam melakukan inovasi pada aspek proses manufaktur mobil – jadi bukan semata inovasi dalam aspek produk. Selama ini, Toyota memang amat dikenal melalaui beragam inovasinya dalam aspek proses pembuatan mobil, dan dari merekalah lahir beragam pendekatan inovatif seperti konsep lean production system, zero inventory, ataupun konsep kaizen (continuous improvement). Faktor kedua yang juga membuat Toyota menjadi pemenang adalah kisah kegemilangan mereka dalam memproduksi mobil hybrid (mobil dengan energi campuran antara bensin dan tenaga listrik) pertama didunia dan kebetulan laku keras, yakni mobil Toyota Prius. Inovasi dalam memproduksi green car ini tak pelak telah melentingkan reputasi Toyota – terlebih saat ini ketika isu global warming telah menjadi perbincangan hangat dimana-mana.

Itulah dua catatan ringkas yang layak dikemukakan berkaitan dengan hasil Rangking 10 Perusahaan Paling Inovatif Di Dunia. Dinamika bisnis global terus berjalan, dan karnaval inovasi pasti akan terus dibentangkan. Melalui caranya masing-masing, ke-10 perusahaan inovatif ini telah memberikan warna yang semarak dalam perjalanan sejarah inovasi dunia.


Sumber :

Yodhia Antariksa, msc

http://strategimanajemen.net/2008/06/02/ranking-10-perusahaan-paling-inovatif-di-dunia/


Catatan :

Logo dan link perusahaan dilengkapi Admin blog




Sistem Inovasi Nasional untuk Menjawab Tantangan Pasar Global

“85% pertumbuhan ekonomi, dipengaruhi oleh inovasi dan teknologi yang nantinya akan meningkatkan daya saing dan kemandirian bangsa. Penguasaan iptek suatu bangsa merupakan suatu hasil kerja besar dan berkesinambungan, karena nilai strategis workshop ini adalah untuk mendorong sinergi berbagai elemen bangsa untuk menciptakan suatu Sistem Inovasi Nasional (SINAS). SINAS berfungsi sebagai kerangka tempat tumbuh dan berkembangnya inovasi yang melibatkanpemerintah baik pusat maupun daerah. SINAS juga diperlukan dalam upaya untuk sinergi dan kolaborasi kebijakan, program dan kegiatan lintas kementerian”, demikian antara lain dikatakan Menteri Negara Riset dan Teknologi RI, Suharna Suryapranata, saat pembukaan Workshop Sistem Inovasi Nasional, Sistem Inovasi Daerah dan Manajemen Inovasi, di Ruang Komisi Utama BPPT, Senin (29/3).

“Pentingnya Sistem Inovasi Nasional bagi Indonesia adalah untuk menjembatani sisi supply dan demand teknologi. Sistem Inovasi Nasional merupakan suatu jaringan rantai pemasok teknologi yang mengaitkan antara institusi publik pemasok teknologi dan sektor swasta pengguna teknologi dalam suatu wilayah nasional (SINAS) atau daerah (SIDA) yang berinteraksi secara koheren dalam lingkup kegiatan memproduksi pengetahuan, menerapkan dan mendiseminasikan hasilnya sehingga manfaat nyata dapat dirasakan masyarakat”, lanjut Suharna.

Pembukaan workshop ini merupakan rangkaian dari kegiatan Workshop Sistem Inovasi Nasional, Workshop Sistem Inovasi Daerah dan Workshop Manajemen Inovasi. Workshop Sistem Inovasi Nasional dilaksanakan pada 30 Maret-1 April 2010 dan diikuti oleh perwakilan dari instansi terkait seperti Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Perdagangan dan instansi lainnya. Sedangkan untuk Workshop Sistem Inovasi Daerah, direncanakan akan dilaksanakan pada 24-26 Mei mendatang dan akan dihadiri oleh stakeholder dari berbagai daerah. Selanjutnya Workshop Manajemen Inovasi akan dilaksanakan pada 13-15 April 2010 dengan peserta para inovator, intermediator teknologi dan kalangan industri.

Pada kesempatan yang sama, perwakilan dari Kedutaan Besar Jerman mengatakan bahwa inovasi adalah motor perkembangan ekonomi yang berkesinambungan. Persyaratan terbentuknya inovasi yang mandiri adalah ilmu pengetahuan, penelitian dan pendidikan. Dalam kerangka internasional, pihak Jerman akan membantu dalam penguatan penelitian dan pengembangan inovasi di negara-negara partner.

“Terdapat berbagai kendala yang dihadapi Indonesia dalam mengembangkan SINAS, diataranya yaitu belum adanya institusi yang kuat dari sisi legalitas otoritas dalam implementasi SINAS, belum adanya konsensus nasional tentang SINAS, belum adanya sistem aliran pengetahuan dan mobilitas human capital antara industri dan lembaga riset serta belum adanya skema pembiayaan venture capital dan iklim investasi yang memperkuat SINAS”, ungkap Ketua Tim Pembentukan Komite Inovasi Nasional, Muhammad Zuhal. dalam paparannya.

Untuk itu, Zuhal, yang juga Rektor Universitas Al Azhar Indonesia, memberikan rekomendasi yang dianggap dapat mengatasi berbagai kendala tersebut. “SINAS harus berada dalam satu komando di bawah kepemimpinan Presiden sebagai kepala negara. Selain itu kita perlu membuat UU tentang SINAS dan regulasi yang memperkuat hubungan antara akademisi, industri dan pemerintah. Sedangkan untuk pendanaan, kita membutuhkan mekanisme venture capital dan menciptakan iklim investasi yang fokus dan terukur”.

Kepala BPPT, Marzan A Iskandar dalam presentasinya menekankan beberapa unsur utama yang harus dipenuhi dalam sistem inovasi, diantaranya (1) daya dukung pihak penyedia, (2) daya serap pihak pengguna, (3) kelembagaan antar muka dan keterkaitan para pihak yang saling menguntungkan, (4) infrastruktur yang terspesialisasi, dan (5) pendanaan serta kebijakan yang mendukung.

“Pada dasarnya sistem inovasi hanya dapat dikembangkan atas kemampuan membangun kompetensi dan memperkuat kolaborasi sinergis berbagai pihak. Penguatan SINAS memerlukan dukungan dari pimpinan puncak nasional dan masing-masing aktor inovasi atau lembaga iptek yang sesuai dengan peranannya. Kebijakan inovasi dapat ditentukan pada beragam tataran daerah dan nasional bahkan internasional, yang koherensi dan komplementasi satu dengan lainnya sangat penting”, tegasnya.

Lebih lanjut Marzan mengatakan, BPPT sebagai salah satu lembaga iptek dalam sistem inovasi nasional, mengajak berbagai pihak untuk bekerjasama dalam aktivitas litbangyasa dan aktivitas pendukung strategis. Hal itu dimaksudkan sebagai kontribusi dalam pengembangan sistem inovasi dan peningkatan daya saing.

“Dunia telah berubah, dan model persaingan serta tuntutan konsumen pun semakin tinggi. Hanya yang mengikuti perubahanlah yang mampu bertahan. Semua itu hanya dapat diwujudkan melalui inovasi”, tutur Direktur Utama PT Kimia Farma Tbk, M. Syamsul Arifin.

Menurut Syamsul, persaingan bisnis saat ini tidak hanya melibatkan dunia usaha tapi juga melibatkan negara. Kelemahan selama ini yaitu tidak adanya sistem yang mendukung dan berkesinambungan dalam pengembangan inovasi baik inovasi teknologi maupun inovasi low cost. “Pemerintah perlu mendorong anggaran R&D Indonesia minimal 1% GDP. Dengan itu program riset unggulan yang mendukung dunia usaha dapat dibiayai”.

Pelaksanaan workshop ini melibatkan para ilmuwan, pemerintah daerah dan dunia usaha yang didukung oleh BPPT, LIPI, PI-UMKM dan VDI/VDE/IT dari Jerman. Diharapkan workshop ini akan menghasilkan masterplan atau roadmap penguatan Sistem Inovasi Nasional dan Sistem Inovasi Daerah. (KYRA/humas)


Sumber:

http://www.bppt.info/index.php?option=com_content&view=article&id=397%3Asistem-inovasi-nasional-untuk-menjawab-tantangan-pasar-global&catid=46%3Aumum&Itemid=219



Pengaruh Moderasi Sistem Pengendalian Manajemen dan Inovasi Terhadap Kinerja

Sistem Pengendalian Manajemen, Inovasi Produk dan Kinerja

Semua organisasi yang beroperasi secara pribadi atau sektor publik selalu mempunyai berbagai tujuan dan dalam mencapai tujuan itu perlu dibuat suatu perencanaan. Secara sederhana perencanaan dapat berupa apa, bagaimana dan kapan sesuatu dikerjakan itu apa sesuai dengan rencana. Proses perencanaan dan pengendalian adalah sesuatu tugas yang sangat penting yang dilakukan oleh manager dalam organisasi.

Menurut Chatered Institute of Management Accounting (1994) secara integrar manajemen dapat difokuskan pada identifikasi, presentasi dan interprestasi informasi yang dapat digunakan untuk: Formulating strategy, Planning and controlling activities, Decision Making, Optimizing the use of resources, Disclosure to shareholders and other external to the entity, Disclosure to employee, Safe guarding assets. Sistem pengendalian organisasi digunakan untuk memberi motivasi anggota organisasi agar bertindak dan dapat membuat keputusan secara konsisten dengan tujuan organisasi (Leslie Kren, 1997). Dua konsep yang mendominasi penelitian akuntansi dalam pengendalian organisasi adalah teori perilaku dan teori agensi. Penelitian teori perilaku karyawan menggunakan rerangka dengan menyesuaikan pada perilaku organisasi dan psychology (Parker at al. 1989; Welsch et al, 1988 dalam Leslie Kren, 1997). Penelitian tentang akuntansi keprilakuan (behavior accounting) sebelumnya hanya menguji hubungan karekteristik sistem pengendalian dan beberapa variabel (misalnya prestasi kerja atau perilaku disfungsional ).

Penelitian akuntansi keprilakuan telah berkembang dengan cepat, dan itu ditandai dengan berkembangnya model kontinjensi organisasi pada perilaku organisasi dan perilaku individu (Fama, 1980 dalam Leslie Kren, 1997). Dalam kenyataannya Copley (1973) dalam J.G. Fisher (1998), menyatakan bahwa pengendalian merupakan hal yang utama pada ilmu manajemen. Perlunya prinsip operasional pada sistem pengendalian manajemen memberikan implikasi bahwa sistem pengendalian yang terbaik dapat memaksimalkan efektivitas manajemen dan merupakan bagian dari kontinjensi.

Menurut Gaspersz (2002) inovasi mengindentifikasi kebutuhan pelanggan masa kini dan masa mendatang serta mengembangkan solusi baru untuk kebutuhan pelanggan. Misalnya, solusi yang dilakukan adalah meluncurkan produk baru, menambah features baru produk yang telah ada, memberikan solusi yang unik, mempercepat penyerahan produk ke pasar dan lain-lain. Proses inovasi dapat dilakukan melalui riset pasar untuk mengindentifikasi ukuran pasar dan preferensi atau kebutuhan pelanggan secara spesifik, sehingga perusahaan mampu menciptakan dan menawarkan produk sesuai kebutuhan pelanggan dan pasar.

Sedangkan menurut Girona (2003) inovasi produk dipahami sebagai perspektif output dan kebutuhan yang didefinisikan sebagai pengembangan dan peluncuran produk yang baru dan beda dari produk yang sudah ada. Pengukuran dari inovasi produk menggunakan Bisbe (2002) dan Bisbe dan Outley yang digambarkan dari instrument yang digunakan Capon et. Al (1992), Thomson dan Abernethy (1998) dan Scoot dan Tiesen (1999).

Kinerja perusahaan (KP) adalah kinerja perusahaan secara keseluruhan (overall) sehingga dihasilkan ukuran kinerja yang objektif. Penelitian terdahulu Seperti (Gupta & Govindarajan, 1984; Venkattramen & Ramajunjam, 1986; Kaplan & Norton, 1996; Chengall & Langfield–Smith, 1998, Otley, 1999), konstruk kinerja didefinisikan sebagai derajat tingkat tujuan yang dicapai pada semua dimensi, yang meliputi aspek financial dan non financial. Pengukurannya dengan menggunakan instrumen self rating yang dibangun untuk mengevaluasi efektivitas strategi unit bisnis. (Govindarajan, 1988, Chong, &Chong, 1997, Chenhall & Langfield Smith, 1988) yang telah digunakan. Instrumen yang diajukan oleh Bisbe dan Otley mencakup delapan pertanyaan yang berhubungan tentang financial (pertumbuhan penjualan, ROI, rasio profit dan penjualan dan Perpektif konsumen (Customer satisfaction, Customer retention, Customer Acquisition dan peningkatan pangsa pasar).


Inovasi, sistem anggaran dan kinerja

Anggaran adalah suatu pernyataan formal yang dibuat oleh manajemen tentang rencana-rencana yang akan dilakukan pada masa yang akan datang dalam suatu periode tertentu, yang akan digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan kegiatan selama periode tersebut (Hanson, 1966) Schiff dan Lewin (1970), mengemukakan anggaran yang telah disusun mempunyai peranan. Pertama, anggaran berperan sebagai perencanaan, yaitu bahwa anggaran tersebut berisi ringkasan rencana-rencana keuangan organisasi di masa yang akan datang, kedua, anggaran berperan sebagai kriteria kinerja, yaitu anggaran dipakai sebagai sistem pengendalian untuk mengukur kinerja manajerial. Oleh karena itu manajer membutuhkan estimasi yang dapat dipercaya terhadap kondisi perusahaan di masa mendatang. Manajer puncak perlu melibatkan berbagai pihak internal organisasi dalam membuat suatu keputusan apabila dirasakan ada persepsi yang berbeda dalam menilai ketidakpastian, apalagi dalam persaingan bisnis yang semakin ketat memerlukan keputusan yang cepat dan akurat (Kirby et al., 1991).

Fungsi anggaran, sebagai alat pengendalian dalam arti yang lebih luas, mencakup kegiatan pengaturan orang-orang dalam organisasi (Hanson, 1966). Proses penyusunan anggaran, merupakan kegiatan yang penting dan kompleks, karena kemungkinan terjadi dampak fungsional atau disfungsional sikap dan perilaku anggota organisasi yang ditimbulkannya (Milani, 1975). Untuk mencegah dampak disfungsional anggaran, Argyris (1952) menyarankan perlunya melibatkan manajemen pada level yang lebih rendah dalam proses penyusunannya. Para bawahan yang merasa aspirasinya dihargai dan mempunyai pengaruh pada proses penyusunan anggaran akan lebih mempunyai tanggung jawab dan konsekuensi moral untuk meningkatkan kinerja, sesuai dengan yang ditargetkan dalam anggaran.

Brownell (1982b), Brownell dan McInnes (1986) dan Indriantoro (1993), menemukan hubungan yang positif dan signifikan antara anggaran partisipatif dengan kinerja manajerial. Tetapi, hasil penelitian Milani (1975) dan Brownell dan Hirst (1986) menyatakan hubungan yang tidak signifikan, bahkan Stedry (1960) dan Bryan dan Locke (1967) menemukan hubungan yang negatif.

Penelitian yang menguji partisipasi penetapan standar dan kinerja dilakukan oleh Michael D. Shield et al (2000). Dengan menggunakan instrumen Mahoney (1963) yang telah dimodifikasi menjadi 3 instrumen, menemukan bukti hubungan positif antara partisipasi penetapan standar dan prestasi kerja. Suatu anggaran yang disusun secara partisipatif diharapkan kinerja para manajer akan meningkat. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa ketika suatu tujuan atau standar yang dirancang secara partisipatif disetujui, maka karyawan akan bersungguh-sungguh dalam tujuan atau standar yang ditetapkan, dan karyawan juga memiliki rasa tanggung jawab pribadi untuk mencapainya karena ikut serta terlibat dalam penyusunannya (Milani, 1975). Kesungguhan dalam mencapai tujuan organisasi oleh para bawahan akan meningkatkan efektifitas organisasi, karena konflik potensial antara tujuan individu dengan tujuan organisasi dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan (Rahayu, 1997).

Anggaran partisipatif terutama dilakukan oleh manajer tingkat menengah yang memegang pusat-pusat pertanggungjawaban dengan menekankan pada keikutsertaan manajer setiap pusat pertanggungjawaban dalam proses penyusunan dan penentuan sasaran yang menjadi tanggung jawabnya. Dengan dilibatkannya manajer dalam penyusunan anggaran, akan menambah informasi bagi atasan mengenai lingkungan yang sedang dan yang akan dihadapi serta membantu menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan anggaran (Siegel dan Marconi, 1989). Mereka juga berpendapat, dengan terlibatnya manajer dalam penyusunan anggaran, akan menimbulkan inisiatif bagi mereka untuk menyumbangkan ide dan informasi, meningkatkan kebersamaan dan merasa memiliki, sehingga kerjasama diantara anggota dalam mencapai tujuan juga ikut meningkat.

Partisipasi bawahan dalam penetapan tujuan, standar, atau anggaran adalah salah satu dari topik yang paling banyak diteliti dalam manajemen dan akuntansi (Locke & Latham, 1990; Shields & Shields, 1998 dalam Michael D Shields et al. 2000). Hal itu dapat digunakan oleh atasan dan bawahan untuk menentukan tingkat atau keketatan standar dan penghargaan untuk kinerja dibandingkan standar.


Inovasi, Balance Scorecard (BSC) : Perpektif Customer, Kinerja

Balanced Scorecard adalah suatu pelaporan informasi yang dapat membantu manajemen untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Balanced Scorecard merupakan suatu metode penilaian dengan empat perspektif pengukuran yaitu customer, perspektif proses bisnis internal, perspektif pertumbuhan dan pembelajaran yang berasal dari perwujudan strategi organisasi ke dalam tujuan dan ukuran.

Robert S Kaplan dari Harvard Business School dan David C. Norton, President of Renaissance Solution, Inc, mencoba melakukan pendekatan mengukur kinerja perusahaan dengan mempertimbangkan empat aspek atau perspektif yaitu : perspektif keuangan, perspektif customer, proses bisnis internal, dan proses belajar dan berkembang. Keempat perspektif tersebut merupakan uraian dan upaya penerjemahan visi dan strategi organisasi dalam terminologi operasional, dapat mengkomunikasikan dan mengaitkan tujuan strategik dan pengukurannya, dapat merencanakan, menetapkan target dan menyelaraskan inisiatif strategik juga dengan Balanced scorecard dapat meningkatkan umpan balik strategik dan pembelajaran.

Perpektif Customer,kinerja ini dianggap penting mengingat ada keterkaitan antara perspektif pelanggan dengan kepuasan pelanggan. Dalam bisnis konvensional pertarungan mempertahankan para pelanggan lama dan merebut para pelanggan baru merupakan suatu proses yang wajar. Sebelum tolok ukur diterapkan, Kaplan dan Norton (1996) menyarankan agar perusahaan menetapkan dan menentukan terlebih dahulu segmen pasar yang akan menjadi target/sasaran serta mengidentifikasi keinginan dan kebutuhan para calon pelanggan yang berada dalam segmen tersebut sehingga tolok ukur dapat lebih terfokus. Perbaikan orientasi nonfinancial dalam bentuk kepuasan pelanggan diukur dengan melihat ekspektasi hasil peningkatan pendapatan (Fornell 1992; Hauser,et. al, 1994).

Beberapa klaim dari garansi dapat menurun bahan baku dan tenaga kerja untuk memperbaik produk yang ada dan biaya produksi rendah dapat digunakan untuk biaya lanjutan dalam meningkatkan profit margin atau dapat menurun harga dan meningkatkan penjualan (Shetty, 1988). Meningkatnya kepuasan pelanggan berimplikasi pada peningkatan loyalitas pelanggan, menurunkan elastisitas harga serta meningkatkan pendapatan yang pontensial (Fornell, 1992; Hauser et al. 1994). Penelitian yang menemukan hubungan positif mengenai kepuasan pelanggan dengan kinerja keuangan adalah Nagar dan Rajan (2001), Banker dan Reley (1999) dan Ittner dan Lareker (1998a). Sedangkan penelitian mengenai pengukuran kinerja customer sebagai variabel moderating antara inovasi dengan kinerja belum banyak bukti yang ditemukan, hanya rekomendasi Simons (1991,1995) yang menganjurkan penggunaan balance scorecard untuk digunakan sebagai sistem pengendalian manajemen selain anggaran.


Sumber:

http://www.akuntansiku.com/?p=652




Inovasi dalam Manajemen Softskills

Mengapa inovasi makin lama makin penting? dan Mengapa inovasi memerlukan manajemen?

Seiring dengan perjalanan waktu, melahirkan pergeseran-pergeseran lingkungan dan bisnis baru sebagai tempat implementasi kemampuan yang dimiliki oleh para mahasiswa dan lulusan.


Kalau kita tilik kebelakang, diera abad ke-20 menuju abad ke-21 seperti munculnya banyak perubahan antara lain :

· Kebutuhan/tuntutan perubahan stabilitas secara terus-menerus,

· Kecepatan dan ketanggapan dalam menilai skala perusahaan,

· Perubahan kepemimpinan yang terinspirasi dari semua lini,

· Tuntutan organisasi yang fleksibel,

· Pemberdayaan perusahaan dengan visi dan nilai-nilai,

· Informasi yang sudah terbuka dan terbagi-bagi,

· Adanya tuntutan kreativitas dan intuisi,


Beberapa hal yang juga terjadi, seperti :

· Sikap reaktif dan menghindari risiko dapat diperbaiki dengan sikap proaktif dan memiliki semangat kewirausahaan,

· Kemandirian yang luntur akibat saling ketergantungan,

· Integrasi viskal bergeser ke integrasi virtual,

· Dulu kita fokus pada masalah internal dan dituntut pada lingkungan persaingan,

· Mempertahankan keunggulan dan adanya tuntutan menciptakan keunggulan baru,

· Berkompetisi di pasar yang sudah ada ditutuntut untuk menciptakan pasar baru,



Beberapa tantangan yang dapat kita jadikan tema dan fokus memahami permasalahan kedepan seperti :

· Knowledge Economy

· Digitization

· Virtualization

· Molecularization

· Integration/Internetworking

· Disintermediation

· Convergence

· Innovation

· Presumption

· Immediacy

· Globalization

· Discordance


Tidak terlepas dari banyaknya tuntutan perubahan diatas, kreativitas dan inovasi sangat memerlukan manajemen. Beberapa prinsip inovasi seperti :

· Inovasi sistematik dimulai dengan analisis peluang

· Inovasi mencakup aktivitas konseptual dan perseptual. Inovator yang berhasil menggunakan dua sisi otak (kiri dan kanan)

· Agar supaya efektif, inovasi harus sederhana dan terpusat

· Inovasi efektif “start small”


Softskills menuntut ketrampilan seseorang dalam mengatur dirinya sendiri untuk pengembangan kerja secara optimal dan ketrampilan seseorang dalam hubungan dengan orang lain untuk pengembangan kerja secara optimal.


Softskills sebagai modal dalam menumbuhkan prinsip untuk berinovasi, antara lain :

· Kejujuran

· Tanggung Jawab

· Berlaku adil

· Kemampuan bekerja sama

· Kemampuan beradaptasi

· Toleran

· Hormat terhadap sesama

· Kemampuan mengambil keputusan

· Kemampuan memecahkan masalah

· Disiplin, dll


Contoh Intra-Personal Skills :

· Manajemen kegiatan

· Manajemen waktu

· Manajemen stress

· Manajemen perubahan

· Karakter transformasi

· Berpikir kreatif

· Memiliki acuan tujuan positif

· Teknik belajar cepat, dsb


Contoh Inter-Personal Skills

· Kemampuan memotivasi

· Kemampuan memimpin

· Kemampuan negosiasi

· Kemampuan presentasi

· Kemampuan komunikasi

· Kemapuan membuat relasi

· Kemampuan bicara di muka umum, dsb


Seperti biasa, tugas terberat adalah bagaimana kita dapat memanaejeman hal-hal tersebut dengan sebaik-baiknya.


Sumber:

http://nustaffsite.gunadarma.ac.id/blog/toswari/2009/09/14/inovasi-dalam-manajemen-softskills/




Manajemen Inovasi - 5 Ide Sebuah Jam


Kreativitas dapat didefinisikan sebagai identifikasi masalah dan pembangkitan gagasan sedangkan inovasi dapat didefinisikan sebagai seleksi ide, pengembangan, dan komersialisasi.

Ada definisi lain yang berguna di bidang ini, misalnya, kreativitas dapat didefinisikan sebagai terdiri dari sejumlah gagasan, sejumlah ide yang beragam dan sejumlah gagasan-gagasan baru.

Ada proses yang berbeda yang meningkatkan identifikasi masalah dan gagasan generasi dan, sama, proses yang berbeda yang meningkatkan seleksi ide, pengembangan, dan komersialisasi. Sementara tidak ada api pasti menuju kesuksesan komersial, proses ini meningkatkan kemungkinan bahwa ide-ide yang baik akan dibuat dan dipilih dan bahwa investasi dalam mengembangkan dan commercialising ide-ide tersebut tidak akan sia-sia.

5 ide satu jam

The Economist (2003b) menyatakan bahwa ide-ide cemerlang 3.000 yang dibutuhkan untuk 100 proyek-proyek yang bermanfaat, yang pada gilirannya akan winnowed bawah untuk empat program-program pengembangan untuk produk baru. Dan empat program-program pembangunan tersebut adalah jumlah minimum yang diperlukan untuk berdiri di setiap kesempatan untuk mendapatkan satu pemenang.

Dari di atas jelas bahwa sejumlah besar ide-ide yang baik diperlukan sebelum proses inovasi dapat benar-benar dimulai. Mengingat bahwa ide-ide cemerlang itu sendiri akan dipilih dari kolam yang lebih besar dari ide-ide umum, masalah menjadi salah satu ide memaksimalkan gagasan generasi sebelum seleksi dimulai.

Salah satu metode yang menghasilkan seperti kolam besar adalah mengambil keuntungan dari beberapa ide yang terkenal menghasilkan metode-metode dan prinsip-prinsip, termasuk:

a) jumlah ide-ide yang dihasilkan oleh individu yang bekerja sendiri lebih besar daripada jumlah ide yang dihasilkan oleh sebuah kelompok yang terdiri dari individu-individu.

b) produktivitas Incremental memproduksi lebih banyak output dari "melakukan yang terbaik" pendekatan. Dengan penugasan individu untuk menghasilkan ide-ide lima jam, mereka akan menghasilkan rata-rata empat puluh hari kerja. Kalikan itu dengan "n" jumlah individu dalam perusahaan dan Anda memiliki n X 40 ide per hari. Seratus individu mampu menghasilkan ide-ide 4.000 sehari.

c) Sebagaimana dinyatakan di atas, kreativitas adalah identifikasi masalah dan gagasan generasi. Ide identifikasi masalah generasi tanpa mengurangi output total, sebagai individu hanya memiliki gagasan yang samar tentang apa masalah yang mereka sedang berusaha untuk memecahkan. Fokus pada masalah sebanyak identifikasi sebagai generasi ide.

d) produksi seperti sejumlah besar membutuhkan ide-ide gagasan kebutuhan manajemen. Manajer pengetahuan akan dibutuhkan. Ide-ide tidak bernilai kecuali mereka berhasil dilaksanakan dan bahwa tidak akan terjadi kecuali Manajer Ide mengambil kendali.


Sumber:
http://id.intelibib.com/innovation_management-5_ideas_an_hour168674a.html

Saatnya Berinovasi


Inovasi sering dikaitkan dengan produk baru, temuan baru, teknologi baru, cara baru, model baru, aroma baru, atau hanya sekadar kemasan baru. Apakah hal-hal serba baru itu memberi nilai guna bagi konsumen atau meningkatkan nilai tambah bagi produsen? Apakah inovasi sudah cukup dengan memiliki kreativitas dan ide brilian?

Jawaban atas pertanyaan itu dipaparkan Avanti Fontana secara komprehensif dalam buku ini. Melalui studi literatur yang mendalam dan riset di sejumlah perusahaan global, penulis buku ini memformulasi berbagai konsep dan praktik manajemen inovasi serta penciptaan nilai dalam realitas individu, organisasi, dan masyarakat. Buku ini juga diperkaya dengan pengalaman sebagai pengajar dan coach untuk inovasi selama 10 tahun terakhir penulisnya.

Meski menitikberatkan sudut pandang ekonomi terhadap praktik inovasi dalam organisasi industri, penulis menyoroti pula berbagai dimensi lain yang saling terkait dalam proses inovasi di tingkat individu dan masyarakat. Di dalamnya termasuk manajemen pengetahuan kewirausahaan dan paradigma pembangunan ekonomi kreatif di Indonesia.

Kecenderungan meningkatnya praktik inovasi pada organisasi, masyarakat, dan individu dewasa ini banyak dipicu berbagai tren perubahan dan pergeseran kondisi lingkungan eksternal, baik lingkungan umum maupun global. Antara lain, perubahan demografi, sosial-budaya, ekonomi, politik, hukum, teknologi, iklim bumi, hingga pergeseran lingkungan persaingan bisnis.

Organisasi, masyarakat, dan individu yang ingin berinovasi tidak cukup dengan pemicu eksternal. Mereka memerlukan perangkat penunjang internal. Salah satu faktor penting adalah pemimpin dan kepemimpinan. Tidak ada inovasi tanpa kepemimpinan. Para pemimpin dan manajer sebagai motor inovasi perlu membuka ruang untuk proses penciptaan nilai secara bersama (value co-creation) dengan tim, kelompok, dan unit-unit sejajarnya.

Pemicu berikut adalah kreativitas yang memungkinkan lahirnya ide baru, pengembangan baru, hingga cara baru diseminasi barang atau jasa yang dihasilkan. Yang tak kalah penting adalah paradigma kolaborasi. Jenis paradigma ini memadukan antara bisnis dan sosial yang menggeser paradigma kompetisi. Selanjutnya paradigma kolaborasi ini membangun jejaring komunikasi lintas batas serta merancang dunia baru pascamodernis dan post-bubble economy.

Fenomena perubahan dan pergeseran dewasa ini menandai suatu era inovasi dan penciptaan nilai dalam beragam dimensi kehidupan. Misalnya, hierarki dalam organisasi dan negara yang semakin berkurang relevansinya dengan bergesernya sentralisasi ke desentralisasi. Proses belajar-mengajar bergeser ke pendekatan student-centered learning. Perubahan gaya memimpin dan kepemimpinan dari directing ke coaching. Pusat perhatian pun bergeser dari autocratic leadership ke democratic leadership.

Aktivitas ekonomi dan bisnis pun mengikuti tuntutan individu dan personal. Produk dibuat lebih individualis, minimalis, atau diciptakan sedemikian rupa sehingga membangkitkan selera dan emosi tertentu. Bisnis masa kini dan masa depan sangat memerhatikan aspek feminitas, emosi, personal, sederhana, dan simbol. Pergeseran perhatian juga terjadi dari orientasi pada hasil ke orientasi pada proses.

Tak sekadar baru

Dari gambaran berbagai arah baru inovasi dewasa ini, Avanti Fontana merumuskan inovasi sebagai sukses ekonomi dan sosial berkat adanya pengenalan cara baru. Model baru ini merupakan kombinasi cara-cara lama dalam mentransformasi input menjadi output. Cara baru inilah yang menciptakan perubahan besar dalam hubungan antara nilai guna dan harga yang ditawarkan kepada konsumen.

Definisi ini menjelaskan, inovasi tidak hanya berarti ”kebaruan” atau sesuatu yang bersifat baru. Bukan hanya barang, jasa, sistem produksi atau cara pemasaran baru. ”Kebaruan” itu perlu disertai dampak positif bagi konsumen dan produsen. Kebaruan harus menciptakan nilai guna bagi konsumen dan nilai tambah bagi produsen. Kebaruan juga harus menghasilkan sukses ekonomi dan sosial sebagai konsekuensi logis dalam konteks inovasi dan penciptaan nilai di tingkat individu, organisasi, dan masyarakat.

Pada titik ini, menurut penulis, inovasi belum tercapai bila hanya berhenti pada ide-ide brilian, kreativitas, dan invensi (penemuan). Dibutuhkan proses penciptaan nilai dalam inovasi yang menunjukkan betapa eratnya relasi antara produsen dan konsumen sebagai sebuah kolaborasi dan proses interaksi sosial. Dan, proses interaksi sosial ini perlu dikelola dengan baik agar menghasilkan manfaat besar bagi banyak pihak.

Keunikan buku ini, pada akhir setiap bab menampilkan skema simpulan, instrumen diagnosis, manajemen inovasi, dan saran aplikasi sesuai dengan tema yang dibahas. Penulis juga menggagas pendekatan coaching for innovation untuk memfasilitasi tim-tim inovator organisasi dalam menata kelola rantai nilai inovasi, yaitu: penggalian ide dan konsep, pengembangan atau implementasi ide menjadi produk, dan penyebaran produk di pasar.

Terbitnya buku ini patut disambut gembira, seperti diungkapkan lebih dari 30 pemberi testimoni dengan beragam latar belakang. Mereka antara lain beralasan, buku ini memberi penjelasan komprehensif tentang prinsip manajemen inovasi dan proses inovasi dengan paradigma kolaborasi dan kreativitas sosial. Para pemangku kepentingan dalam organisasi, masyarakat, dan individu dapat memanfaatkan buku ini sebagai acuan untuk berinovasi di lingkungannya.

Dalam konteks Indonesia saat ini, inovasi dapat menjadi pemicu untuk bangkit dari keterbelakangan dan keluar dari kubangan krisis. Untuk itu, cara pandang krisis yang reaktif, protektif, pesimistik, takut, dan panik perlu digeser dan diubah.

Perubahan cara pandang menjadi spiritus-katarsis yang responsif-proaktif, eksploratif, optimistis, kolaborasi, bebas dan kreatif, saling memercayai, serta cinta kepada semua ciptaan-Nya. Dengan demikian, suatu realitas yang lebih baik akan tercapai.

PHILLIP GOBANG Peneliti Center for Innovation Studies, Jakarta


Sumber:
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/11/08/02543331/saatnya.berinovasi
PHILLIP GOBANG Peneliti Center for Innovation Studies, Jakarta

Melongok Metodologi Inovatif IDEO

IDEO, salah satu perusahaan layanan-desain paling inovatif di dunia memiliki metodologi kerja yang saya anggap menarik. TIdak hanya dalam mensolusikan masalah, namun juga caranya dalam memetaforakan gagasan.

Dalam upayanya memahami pasar dan menemukan solusi, IDEO turun langsung ke pasar, jalan2, stasiun, supermarket, dan manapun lah untuk mengamati orang2 dalam kehidupan riil. IDEO berupaya menemukan apa2 yang membuat orang2 bertingkah laku seperti apa yang terlihat, apa yang mbikin mereka bingung, apa2 yang mereka suka atau benci, serta apa2 kebutuhan utama yang tak terpenuhi oleh produk & jasa yang tersedia saat ini.

Mengapa sih IDEO mau repot2 terjun ke lapangan? Karena mereka meyakini bahwa baik di bidang seni, sains, teknologi atau bisnis, inspirasi ternyata seringkali datang dari kedekatan dg tindakan. Ide-baru akan muncul dari melihat, mencium, mendengar, — dan berada di tempat.

Keterlibatan panca indera sedemikian penting, dan itulah kenapa orang2 tetap pergi ke museum untuk mendapatkan inspirasi dari kehadiran karya seni asli, meskipun sebenernya gambar-digital bisa dengan mudahnya dilihat melalui layar komputer di rumah.

Ketika IDEO mengamati orang-orang dalam keadaan alamiah mereka, dia tidak hanya melihat nuansa perilaku manusia, tetapi juga berusaha untuk menemukan motivasi dan emosi mereka. Dari situlah IDE berusaha memahami psikologi yang mendasari interaksi seseorang dengan produk dan jasa.

Lebih jauh lagi, IDEO merasa lebih mudah berpikir tentang produk sebagai kata kerja daripada kata benda. – jadi bukannya cellular-phone, tapi phone-cellular. Dengan melihat produk sebagai kata kerja -sebagai peralatan bergerak yang menyatu dalam hidup manusia- maka IDEO jadi makin tanggap thd cara orang menggunakan produk, ruang, jasa-apapun yang dia coba perbaiki.





Sumber :
http://akhmadguntar.com/bisnis/melongok-metodologi-inovatif-ideo/

Workshop Sistem Inovasi Nasional (SINAS)

Kementerian Riset dan Teknologi (RISTEK) bekerja sama dengan Kementerian Riset dan Pendidikan Jerman, menyelenggarakan Sebuah Workshop Sistem Inovasi Nasional (SINAS), Sistem Inovasi Daerah (SIDA), dan manajemen inovasi digelar sebagai hasil kerjasama dari Kementerian Riset dan Teknologi beserta Pemerintah Republik Federal Jerman, khususnya dari Kementerian Federal Riset dan Pendidikan (BMBF), mulai 29 Maret - 1 April 2010.

Menteri Riset dan Teknologi, Suharna Surapranata dalam sambutannya, menjelaskan,"Kerjasama bukan hanya antara lembaga litbang-pemerintah tetapi juga kerjasama kolegial antar pemerintah, antar industri dan antar lembaga litbang."

Lebih lanjut Suharna memaparkan,"Ada tiga elemen dasar membangun SINAS yaitu kapasitas pendidikan dan pelatihan, kapasitas investasi, dan kapasitas kelembagaan inovasi."

Ketiga elemen tersebut mendukung kemajuan iptek,karena mendorong pendekatan masalah riil melalui iptek, dan keterlibatan secara nyata ilmuwan dalam aktivitas penerapan iptek.

Namun selama ini, sistem inovasi yang ada di Indonesia masih mengalami banyak kendala dan hambatan. Ketua Tim Pembentukan Komite Inovasi Nasional, Prof. Dr. Ir. Zuhal mengungkapkan, "Hambatan utama dari keberhasilan sistem inovasi nasional adalah belum adanya institusi yang secara khusus mengimplementasikan SINAS dan ketidakjelasan regulasi terkait." Zuhal berharap,"Komite Nasional yang bertanggung jawab keberhasilan SINAS dan mengkomandoi institusi lainnya perlu dibentuk."

Selain itu, Zuhal menegaskan pentingnya peran kepala negara dalam keberhasilan SINAS. Menurut Zuhal, keaktifan dan konsistensi kepala negara dalam mendukung dan mendorong sinergi sistem inovasi terbukti dapat menghasilkan inovasi yang berhasil.

Sistem inovasi nasional tidak dapat berdiri sendiri. Dalam prakteknya, SINAS bagaikan kubus dengan tiga sisi yang berbeda namun saling mendukung. Ketiga sisi tersebut mewakili: (1) sistem inovasi daerah, (2) sistem inovasi structural dan (3) klaster industri. Sinergi antara ketiga unsur tersebut mutlak adanya untuk mencapai keberhasilan SINAS Di Indonesia, ketiga unsur tersebut sudah ada namun diperlukan penataan agar SINAS menjadi semakin baik. Kunci dari keberhasilan sebuah sistem, termasuk SINAS adalah kemitraan yang baik dan saling menguntungkan, ujar Dr. Marzan A Iskandar selaku ketua BPPT dalam pemaparannya.

Acara ini dihadiri oleh lebih dari 160 peserta dari berbagai instansi pemerintah dan juga perwakilan dari industri serta akademisi. Turut hadir dalam acara ini Tifatul Sembiring, Menteri Komunikasi dan Informatika, Dr. Idwan Suhardi, Deputi Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Iptek – RISTEK, Dr. Lukman Hakim APU, Wakil Kepala LIPI, Syamsul Arifin, Direktur Utama Kimia Farma, Norbert Bass, Duta Besar Jerman untuk Indonesia, Gerd Meier zu Kocker, Direktur VDI/VDE Innovation + Technik GmbH yang turut memberikan pemaparan materi berjudul Supporting National Innovation Systems with -Experiences in Germany and other Countries, Dr. Marzan A Iskandar, Kepala BPPT, Prof. Dr. Ir. Zuhal, Ketua Tim Pembentukan Komite Inovasi Nasional, Sangkot Marzuki Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, Adrianto Handoyo Ketua DRN, Para Kepala Lembaga dan perwakilan dari Kementerian dan instansi pemerintah terkait, perwakilan perguruan tinggi, Industri serta perwakilan dari negara-negara sahabat. (sumber&foto: ristek)


Sumber :
http://www.bic.web.id/in/berita/berita-terkini/401-workshop-sistem-inovasi-nasional-sinas.html

Merancang Strategi Inovasi

Hidup barangkali kini terasa makin nyaman, dan untuk itu kita layak memberikan ucapan terima kasih pada para inovator yang telah mempersembahkan aneka produk inovatif dihadapan kita. Dua puluh tahun silam, kita mungkin tak pernah membayangkan betapa kita bisa melayangkan sederet kalimat romantis pada kekasih kita melalui medium SMS. Atau, juga melakukan chatting dengan kawan diseberang samudera melalui fasilitas internet. Karena itu, siapa tahu dua puluh lima tahun lagi kita bisa menikmati mobil terbang, melayang diatas jalanan kota Jakarta sambil menikmati pendaran emas menara Monas?

Ya kini tiap hari rasanya kita senantiasa disuguhi aneka produk yang menawarkan sejumput inovasi demi sebuah kenikmatan hidup. Mulai dari produk kamera digital, internet banking, media televisi diatas screen telpon genggam, hingga produk celana-dalam-sekali-pakai-kemudian-dibuang. Hidup memang terus bergerak, dan setiap perusahaan seperti dipacu untuk terus meluncurkan aneka produk baru. Dengan kata lain, tanpa inovasi, sebuah perusahaan hampir pasti akan terpelanting mati dalam sirkuit persaingan bisnis yang kian brutal. Persoalannya kemudian adalah : bagaimana caranya suatu perusahaan bisa menjadi lebih inovatif; bukan hanya dalam aneka produk yang dibuat, namun juga dalam rangkaian proses pengelolaan manajemennya? Sejumlah penyelidikan menyebut tiga aspek kunci yang layak digenggam dalam perlombaan menjadi sang jawara inovasi.

Aspek yang pertama adalah, penciptaan iklim inovasi dalam denyut kehidupan suatu perusahaan. Tentu saja harus segera disebut bahwa penciptaan iklim ini tidak hanya dapat dilakukan melalui aneka slogan atau lips service belaka. Iklim ini hanya bisa mekar melalui sistem pengelolaan manajemen yang demokratis, bergerak cair dalam lintas departemen, dan diusung melalui pola kepemimpinan yang terbuka terhadap beragam ide baru, betapapun radikalnya ide baru itu. Dalam kenyataannnya, pola kepemimpinan yang demokratis bahkan disebut sebagai faktor kunci bagi mekarnya kreativitas diantara para karyawan. Tanpa pola kepemimpinan yang empowering, maka barisan karyawan yang penuh daya kreativitas sekalipun, niscaya akan layu dan tenggelam dalam frustasi lantaran ide-idenya selalu terbentur dengan tembok birokrasi yang mematikan.

Aspek yang kedua, adalah adanya visi dan arah yang jelas mengenai strategi perusahaan menghadapi lansekap pasar masa depan. Tanpa strategi yang jelas, acapkali proses inovatif yang telah dimunculkan hanya akan berputar-putar ditempat tanpa mampu diterjemahkan menjadi produk unggul yang menguntungkan dan menang di pasaran. Kisah klasik yang tragis mengenai kehebatan para peneliti di Xerox mungkin layak disebut disini.

Pada tahun 70an, para peneliti Xerox inilah yang pertama kali menemukan teknologi mouse, dan juga tampilan windows yang kini menghiasi setiap layar komputer. Namun tragisnya, para petinggi Xerox tidak mampu melihat itu semua sebagai strategi penciptaan produk yang menguntungkan. Pada akhirnya, perusahaan lainnya yang kemudian mengeksploitasi beragam temuan inovatif itu menjadi aneka produk legendaris. Pesannya barangkali jelas : sebuah perusahaan mesti menempatkan segenap proses inovasinya dalam payung strategi yang jelas mengenai masa depan. Tanpa itu, maka proses inovasi yang melelahkan hanya akan berujung pada kegagalan yang tragis.

Aspek yang terakhir yang juga layak diperhatikan ketika perusahaan hendak berinovasi adalah kepekaan mengantisipasi kebutuhan masa depan pelanggan. Keberhasilan fenomenal Apple dalam mendesain dan menjual iPod sungguh tak lepas dari kepaiawaian mereka dalam mengendus perubahan gaya hidup pelanggan menuju digital lifestyle. Dan kini, mereka mencoba menduplikasi kesuksesan iPod dengan meluncurkan iPhone, sebuah produk inovatif yang mengundang banyak decak kagum.

Kisah sukses Apple ini mengindikasikan bahwa strategi inovasi yang jitu mesti harus selalu ditautkan dengan dinamika kebutuhan pelanggan, atac acap disebut sebagai customer driven innovation strategy.

Proses menjadi perusahaan yang inovatif memang tidaklah mudah. Dibutuhkan energi, nafas yang panjang dan juga kreativitas yang jempolan untuk melaksanakan tiga aspek diatas secara optimal. Namun kini ketika hidup terus bergerak kearah yang makin hiper-modern, barangkali pilihannya memang tinggal inovasi atau mati. Mati pelan-pelan
dalam kuburan produk-produk usang yang membosankan.


Sumber :
Yodhia Antariksa, msc
http://strategimanajemen.net/2007/08/22/merancang-strategi-inovasi/